Psikologi Pasar: Panic Selling, FOMO, dan Strategi Investor Institusi di Tengah Kepanikan Investor Ritel

Dalam dunia pasar saham, emosi sering kali memainkan peran besar dalam pengambilan keputusan, terutama di kalangan investor ritel yang tidak memiliki akses ke sumber daya dan informasi mendalam seperti yang dimiliki oleh institusi besar. Ketakutan dan keserakahan adalah dua emosi dominan yang memicu fenomena "panic selling" dan "FOMO (Fear of Missing Out)". Sementara "investor ritel" (Retail Investor) terjebak dalam siklus emosional ini, "investor institusi" (Institutional Investor) melihat peluang untuk mengambil keuntungan dari kondisi tersebut.

Panic Selling: Ketakutan yang Mendorong Jual Murah

Panic selling terjadi ketika harga saham anjlok secara tiba-tiba atau pasar menunjukkan penurunan signifikan, memicu ketakutan di kalangan investor ritel. Mereka cenderung menjual saham dengan cepat dan impulsif untuk menghindari kerugian lebih lanjut, tanpa memikirkan nilai fundamental dari aset yang mereka pegang. Ini adalah hasil dari reaksi emosional terhadap volatilitas, yang dipicu oleh faktor seperti:
  • Berita Negatif: Kabar buruk seperti krisis ekonomi, kebangkrutan perusahaan, atau ketidakpastian geopolitik dapat mendorong investor ritel untuk menjual saham mereka dalam skala besar.
  • Penurunan Harga yang Cepat: Ketika harga saham jatuh tajam dalam waktu singkat, ketakutan akan kerugian yang lebih besar sering kali membuat investor ritel menjual saham mereka di titik terendah, dalam kondisi yang dikenal sebagai "cut loss".
  • Kekurangan Informasi: Tidak memiliki akses ke analisis mendalam, investor ritel sering kali bergantung pada media berita atau saran dari forum dan komunitas. Ketika sentimen negatif mendominasi percakapan ini, banyak investor terjebak dalam "herd mentality" (mentalitas kawanan), mengikuti tren jual tanpa pertimbangan rasional.

FOMO (Fear of Missing Out): Keserakahan yang Memicu Beli Mahal

Sebaliknya, "FOMO" adalah fenomena di mana investor ritel mulai membeli saham ketika mereka melihat harga naik dengan cepat. Ketakutan akan "ketinggalan peluang" membuat mereka terburu-buru membeli tanpa mempertimbangkan apakah aset tersebut sudah overvalued (terlalu mahal) atau tidak. FOMO sering muncul dalam situasi seperti:
  • Berita Positif: Pengumuman kinerja perusahaan yang sangat baik, produk baru, atau kesuksesan merger dan akuisisi dapat memicu euforia di pasar.
  • Lonjakan Harga yang Drastis: Ketika harga saham melonjak dengan cepat, investor ritel merasa tergesa-gesa untuk ikut serta, khawatir bahwa mereka akan melewatkan keuntungan besar.
  • Rekomendasi Publik: Media sosial dan forum seperti Reddit (contohnya WallStreetBets) sering kali mendorong investor ritel untuk membeli saham tertentu, menciptakan gelombang pembelian yang tidak selalu didasarkan pada analisis fundamental.
Bagaimana Investor Institusi Mengambil Keuntungan?

Di tengah dinamika emosional ini, "investor institusi" mengambil peran yang lebih strategis dan rasional. Mereka memiliki akses ke analisis pasar yang mendalam, model prediksi, dan strategi jangka panjang, yang memungkinkan mereka melihat peluang di balik fluktuasi harga yang didorong oleh emosi. Berikut adalah cara mereka mengambil keuntungan dari situasi "panic selling" dan "FOMO":

Memanfaatkan Panic Selling
  • Membeli di Dasar: Saat investor ritel panik dan menjual saham dalam jumlah besar di harga rendah, investor institusi sering kali melihat ini sebagai peluang untuk membeli aset yang undervalued. Mereka dapat masuk ke pasar dengan posisi beli ketika harga sudah mencapai titik terendah, mengambil keuntungan dari penjualan panik tersebut.
  • Pemulihan Harga: Setelah mereka membeli saham di harga rendah, aksi beli dari investor institusi ini dapat membantu memulihkan harga, karena mereka memiliki volume besar yang memengaruhi pasar. Dalam jangka panjang, mereka bisa menjual kembali saham tersebut dengan keuntungan besar saat pasar pulih.
Memanfaatkan FOMO
  • Menjual di Puncak: Ketika saham mengalami lonjakan harga yang signifikan akibat FOMO, investor institusi sering kali memanfaatkan momen ini untuk menjual saham yang mereka miliki dengan harga tinggi. Mereka tahu bahwa kenaikan harga yang didorong oleh emosi sering kali tidak berkelanjutan, dan mereka memanfaatkan momen untuk merealisasikan keuntungan.
  • Meningkatkan Volatilitas: Investor institusi terkadang mempercepat proses kenaikan harga dengan ikut mendorong momentum awal. Namun, begitu harga mencapai puncaknya, mereka mulai menjual secara bertahap. Ketika harga mulai jatuh dan investor ritel mulai panik, institusi dapat kembali membeli saham di harga yang lebih rendah.
Psikologi Kontrarian: Mengambil Posisi Berlawanan

Investor institusi  sering kali mengadopsi strategi contrarian, di mana mereka mengambil posisi yang berlawanan dengan sentimen pasar ritel. Jika investor ritel panik dan menjual, mereka membeli. Jika investor ritel terjebak dalam FOMO dan membeli, mereka menjual. Sikap ini didasarkan pada pemahaman bahwa pasar yang digerakkan oleh emosi cenderung tidak rasional, dan fluktuasi harga yang tajam sering kali tidak mencerminkan nilai intrinsik aset yang sesungguhnya.

Strategi ini memberikan keuntungan besar bagi institusi, karena mereka bisa membeli saham di bawah nilai pasar saat panic selling dan menjualnya di atas nilai wajar saat FOMO melanda. Sementara investor ritel terjebak dalam siklus emosional dan sering kali merugi, investor institusi mengambil keuntungan dari ketidakefisienan pasar.

Aneka Tambang, Tbk | Contrarian chart





Komentar